Informasi Pp No 30 Tahun 2019 Tentang Penilaian Kinerja Pns
Dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 78 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2020 tentang Aparatur Sipil Negara, dengan 26 April 2020, Presiden Joko Widodo sedia menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2020 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS) (tautan: PP Nomor 30 Tahun 2020).
Menurut PP ini, Penilaian Kinerja PNS bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yg didasarkan dengan sistem prestasi bersama sistem karier. Penilaian dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja dengan tingkat individu bersama tingkat unit maupun organisasi, dengan memperhatikan target, capaian, hasil, bersama manfaat yg dicapai, serta perilaku PNS.
“Penilaian Kinerja PNS dilakukan berdasarkan prinsip a. objektif; b. terukur; c. akuntabel; d. partisipatif; bersama e. transparan,” bunyi Pasal 4 PP ini.
Penilaian Kinerja PNS sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dilaksanakan dalam suatu Sistem Manajemen Kinerja PNS yg terdiri atas: a. perencanaan kinerja; b. pelaksanaan, pemantauan kinerja, bersama pembinaan kinerja; c. penilaian kinerja; d. tindak lanjut; bersama e. Sistem Informasi Kinerja PNS.
Perencanaan Kinerja itu sendiri terdiri atas penyusunan bersama penetapan SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) dengan memperhatikan Perilaku Kerja.
Proses penyusunan SKP sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dilakukan dengan memperhatikan: a. perencanaan strategis Instansi Pemerintah; b. perjanjian kinerja; c. organisasi bersama tata kerja; d. uraian jabatan; dan/atau e. SKP atasan langsung.
“SKP sebagaimana dimaksud memuat kinerja utama yg harus dicapai seorang PNS setiap tahun. Selain kinerja utama sebagaimana dimaksud, SKP beroleh memuat kinerja tambahan,” bunyi Pasal 9 ayat (1,2) PP ini.
SKP bagi pejabat pimpinan tinggi, menurut PP ini, disusun berdasarkan perjanjian kinerja Unit Kerja yg dipimpinnya dengan memperhatikan: a. rencana strategis; bersama b. rencana kerja tahunan.
Untuk SKP bagi pejabat administrasi, menurut PP ini, disetujui oleh atasan langsung. Adapun SKP bagi pejabat fungsional disusun berdasarkan SKP atasan langsung bersama organisasi/unit kerja.
“Ketentuan penyusunan SKP sebagaimana dimaksud tidak berlaku bagi PNS yg diangkat menjadi Pejabat Negara maupun pimpinan anggota lembaga non struktural, diberhentikan sementara, menjalani cuti di luar tanggungan negara, maupun mengambil masa persiapan pensiun,” bunyi Pasal 23 PP ini.
PP ini menegaskan SKP yg sedia disusun bersama disepakati sebagaimana dimaksud ditandatangani oleh PNS bersama ditetapkan oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS, ditetapkan setiap tahun dengan bulan Januari.
PP ini menegaskan SKP yg sedia disusun bersama disepakati sebagaimana dimaksud ditandatangani oleh PNS bersama ditetapkan oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS, ditetapkan setiap tahun dengan bulan Januari.
Selanjutnya, penilaian SKP dilakukan dengan menggunakan hasil pengukuran kinerja yg dilakukan oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS. Khusus pejabat fungsional, penilaian SKP beroleh mempertimbangkan penilaian dari Tim Penilai Angka Kredit Jabatan Fungsional.
“Penilaian SKP bagi PNS yg mengalami rotasi, mutasi, dan/atau penugasan lain terkait dengan tugas bersama fungsi jabatan selama tahun berjalan dilakukan dengan menggunakan metode proporsional berdasarkan periode SKP dengan unit-unit dimana PNS tersebut bekerja dengan tahun berjalan,” bunyi Pasal 36 PP ini.
Untuk penilaian Perilaku Kerja, menurut PP ini, dilakukan dengan membandingkan standar Perilaku Kerja dalam jabatan sebagaimana dimaksud dengan Penilaian Perilaku Kerja dalam jabatan, dilakukan oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS, bersama beroleh berdasarkan penilaian rekan kerja setingkat dan/atau bawahan langsung.
Penilaian kinerja PNS sebagaimana dimaksud beroleh dilakukan dengan memberikan bobot masing-masing unsur penilaian: a.70% (tujuh puluh persen) untuk penilaian SKP, bersama 30% (tiga puluh persen) untuk penilaian Perilaku Kerja; maupun b.60% (enam puluh persen) untuk penilaian SKP, bersama 40% (empat puluh persen) untuk penilaian Perilaku Kerja.
Penilaian Kinerja PNS dengan bobot 70% (tujuh puluh persen) untuk penilaian SKP bersama 30% (tiga puluh persen) untuk penilaian Perilaku Kerja sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dilakukan oleh Instansi Pemerintah yg tidak menerapkan penilaian Perilaku Kerja dengan mempertimbangkan pendapat rekan kerja setingkat bersama bawahan langsung.
Sedangkan Penilaian Kinerja PNS dengan bobot 60% (enam puluh persen) untuk penilaian SKP bersama 40% (empat puluh persen) untuk penilaian Perilaku Kerja, menurut PP ini, dilakukan oleh Instansi Pemerintah yg menerapkan penilaian Perilaku Kerja dengan mempertimbangkan pendapat rekan kerja setingkat bersama bawahan langsung.
Menurut PP ini, penilaian Kinerja PNS dinyatakan dengan angka bersama sebutan maupun predikat sebagai berikut:
Sangat Baik, apabila PNS memiliki: 1) nilai dengan angka 110 (seratus sepuluh) – 120 (seratus dua puluh); bersama 2) menciptakan ide baru dan/atau cara baru dalam peningkatan kinerja yg memberi manfaat bagi organisasi maupun negara;
Baik, apabila PNS memiliki nilai dengan angka 90 (sembilan puluh) – angka 120 (seratus dua puluh); c. Cukup, apabila PNS memiliki nilai dengan angka 70 (tujuh puluh) <- angka 90 (sembilan puluh);
Kurang, apabila PNS memiliki nilai dengan angka 50 (lima puluh) – angka 70 (tujuh puluh); dan
Sangat Kurang, apabila PNS memiliki nilai dengan angka < 50 (lima puluh).
PP ini juga menyebutkan, distribusi PNS yg mendapatkan predikat penilaian kinerja sebagaimana dimaksud dengan ketentuan: a. paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari total populasi pegawai dalam satu unit kerja berada dengan klasifikasi status kinerja “di atas ekspektasi”; b. paling rendah 60% (enam puluh persen) bersama paling tinggi 70% (tujuh puluh persen) dari total populasi pegawai dalam satu unit kerja berada dengan klasifikasi status kinerja “sesuai ekspektasi”; bersama c. paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari total populasi pegawai dalam satu unit kerja PNS berada dengan klasifikasi status kinerja “di bawah ekspektasi”.
“Penilaian Kinerja PNS dilakukan dengan setiap akhir bulan Desember dengan tahun berjalan bersama paling lama akhir bulan Januari tahun berikutnya,” bunyi Pasal 42 PP ini.
Ditegaskan dalam PP ini, dokumen penilaian kinerja PNS dilaporkan secara berjenjang oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS kepada Tim Penilai Kinerja PNS bersama PyB (Pejabat Yang Berwenang) paling lambat dengan akhir bulan Februari tahun berikutnya.
PNS yg menunjukkan penilaian kinerja dengan predikat Sangat Baik berturut-turut selama 2 (dua) tahun, menurut PP ini, beroleh diprioritaskan untuk diikutsertakan dalam program kelompok rencana suksesi (talent pool) dengan instansi yg bersangkutan.
Sedangkan PNS yg menunjukkan penilaian kinerja dengan predikat Baik berturut-turut selama 2 (dua) tahun, menurut PP ini, beroleh diprioritaskan untuk pengembangan kompetensi lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Pejabat pimpinan tinggi, pejabat administrasi, bersama pejabat fungsional yg tidak memenuhi Target kinerja beroleh dikenakan sanksi administrasi sampai dengan pemberhentian,” bunyi Pasal 56 PP ini.
Ketentuan penilaian kinerja PNS dalam Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan 2 (dua) tahun setelah diundangkan. Adapun Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
Silakan unduh di tautan di bawah isi lengkap salinan PP Noor 30 tahun 2020 tentang Penilaian Kinerja PNS
www.bkn.go.id/wp-content/uploads/2020/05/PP-Nomor-30-Tahun-2020.pdf
Menurut PP ini, Penilaian Kinerja PNS bertujuan untuk menjamin objektivitas pembinaan PNS yg didasarkan dengan sistem prestasi bersama sistem karier. Penilaian dilakukan berdasarkan perencanaan kinerja dengan tingkat individu bersama tingkat unit maupun organisasi, dengan memperhatikan target, capaian, hasil, bersama manfaat yg dicapai, serta perilaku PNS.
“Penilaian Kinerja PNS dilakukan berdasarkan prinsip a. objektif; b. terukur; c. akuntabel; d. partisipatif; bersama e. transparan,” bunyi Pasal 4 PP ini.
Penilaian Kinerja PNS sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dilaksanakan dalam suatu Sistem Manajemen Kinerja PNS yg terdiri atas: a. perencanaan kinerja; b. pelaksanaan, pemantauan kinerja, bersama pembinaan kinerja; c. penilaian kinerja; d. tindak lanjut; bersama e. Sistem Informasi Kinerja PNS.
Perencanaan Kinerja itu sendiri terdiri atas penyusunan bersama penetapan SKP (Sasaran Kinerja Pegawai) dengan memperhatikan Perilaku Kerja.
Proses penyusunan SKP sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dilakukan dengan memperhatikan: a. perencanaan strategis Instansi Pemerintah; b. perjanjian kinerja; c. organisasi bersama tata kerja; d. uraian jabatan; dan/atau e. SKP atasan langsung.
“SKP sebagaimana dimaksud memuat kinerja utama yg harus dicapai seorang PNS setiap tahun. Selain kinerja utama sebagaimana dimaksud, SKP beroleh memuat kinerja tambahan,” bunyi Pasal 9 ayat (1,2) PP ini.
SKP bagi pejabat pimpinan tinggi, menurut PP ini, disusun berdasarkan perjanjian kinerja Unit Kerja yg dipimpinnya dengan memperhatikan: a. rencana strategis; bersama b. rencana kerja tahunan.
Untuk SKP bagi pejabat administrasi, menurut PP ini, disetujui oleh atasan langsung. Adapun SKP bagi pejabat fungsional disusun berdasarkan SKP atasan langsung bersama organisasi/unit kerja.
“Ketentuan penyusunan SKP sebagaimana dimaksud tidak berlaku bagi PNS yg diangkat menjadi Pejabat Negara maupun pimpinan anggota lembaga non struktural, diberhentikan sementara, menjalani cuti di luar tanggungan negara, maupun mengambil masa persiapan pensiun,” bunyi Pasal 23 PP ini.
PP ini menegaskan SKP yg sedia disusun bersama disepakati sebagaimana dimaksud ditandatangani oleh PNS bersama ditetapkan oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS, ditetapkan setiap tahun dengan bulan Januari.
PP ini menegaskan SKP yg sedia disusun bersama disepakati sebagaimana dimaksud ditandatangani oleh PNS bersama ditetapkan oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS, ditetapkan setiap tahun dengan bulan Januari.
Selanjutnya, penilaian SKP dilakukan dengan menggunakan hasil pengukuran kinerja yg dilakukan oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS. Khusus pejabat fungsional, penilaian SKP beroleh mempertimbangkan penilaian dari Tim Penilai Angka Kredit Jabatan Fungsional.
“Penilaian SKP bagi PNS yg mengalami rotasi, mutasi, dan/atau penugasan lain terkait dengan tugas bersama fungsi jabatan selama tahun berjalan dilakukan dengan menggunakan metode proporsional berdasarkan periode SKP dengan unit-unit dimana PNS tersebut bekerja dengan tahun berjalan,” bunyi Pasal 36 PP ini.
Untuk penilaian Perilaku Kerja, menurut PP ini, dilakukan dengan membandingkan standar Perilaku Kerja dalam jabatan sebagaimana dimaksud dengan Penilaian Perilaku Kerja dalam jabatan, dilakukan oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS, bersama beroleh berdasarkan penilaian rekan kerja setingkat dan/atau bawahan langsung.
Penilaian kinerja PNS sebagaimana dimaksud beroleh dilakukan dengan memberikan bobot masing-masing unsur penilaian: a.70% (tujuh puluh persen) untuk penilaian SKP, bersama 30% (tiga puluh persen) untuk penilaian Perilaku Kerja; maupun b.60% (enam puluh persen) untuk penilaian SKP, bersama 40% (empat puluh persen) untuk penilaian Perilaku Kerja.
Penilaian Kinerja PNS dengan bobot 70% (tujuh puluh persen) untuk penilaian SKP bersama 30% (tiga puluh persen) untuk penilaian Perilaku Kerja sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, dilakukan oleh Instansi Pemerintah yg tidak menerapkan penilaian Perilaku Kerja dengan mempertimbangkan pendapat rekan kerja setingkat bersama bawahan langsung.
Sedangkan Penilaian Kinerja PNS dengan bobot 60% (enam puluh persen) untuk penilaian SKP bersama 40% (empat puluh persen) untuk penilaian Perilaku Kerja, menurut PP ini, dilakukan oleh Instansi Pemerintah yg menerapkan penilaian Perilaku Kerja dengan mempertimbangkan pendapat rekan kerja setingkat bersama bawahan langsung.
Menurut PP ini, penilaian Kinerja PNS dinyatakan dengan angka bersama sebutan maupun predikat sebagai berikut:
Sangat Baik, apabila PNS memiliki: 1) nilai dengan angka 110 (seratus sepuluh) – 120 (seratus dua puluh); bersama 2) menciptakan ide baru dan/atau cara baru dalam peningkatan kinerja yg memberi manfaat bagi organisasi maupun negara;
Baik, apabila PNS memiliki nilai dengan angka 90 (sembilan puluh) – angka 120 (seratus dua puluh); c. Cukup, apabila PNS memiliki nilai dengan angka 70 (tujuh puluh) <- angka 90 (sembilan puluh);
Kurang, apabila PNS memiliki nilai dengan angka 50 (lima puluh) – angka 70 (tujuh puluh); dan
Sangat Kurang, apabila PNS memiliki nilai dengan angka < 50 (lima puluh).
PP ini juga menyebutkan, distribusi PNS yg mendapatkan predikat penilaian kinerja sebagaimana dimaksud dengan ketentuan: a. paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari total populasi pegawai dalam satu unit kerja berada dengan klasifikasi status kinerja “di atas ekspektasi”; b. paling rendah 60% (enam puluh persen) bersama paling tinggi 70% (tujuh puluh persen) dari total populasi pegawai dalam satu unit kerja berada dengan klasifikasi status kinerja “sesuai ekspektasi”; bersama c. paling tinggi 20% (dua puluh persen) dari total populasi pegawai dalam satu unit kerja PNS berada dengan klasifikasi status kinerja “di bawah ekspektasi”.
“Penilaian Kinerja PNS dilakukan dengan setiap akhir bulan Desember dengan tahun berjalan bersama paling lama akhir bulan Januari tahun berikutnya,” bunyi Pasal 42 PP ini.
Ditegaskan dalam PP ini, dokumen penilaian kinerja PNS dilaporkan secara berjenjang oleh Pejabat Penilai Kinerja PNS kepada Tim Penilai Kinerja PNS bersama PyB (Pejabat Yang Berwenang) paling lambat dengan akhir bulan Februari tahun berikutnya.
PNS yg menunjukkan penilaian kinerja dengan predikat Sangat Baik berturut-turut selama 2 (dua) tahun, menurut PP ini, beroleh diprioritaskan untuk diikutsertakan dalam program kelompok rencana suksesi (talent pool) dengan instansi yg bersangkutan.
Sedangkan PNS yg menunjukkan penilaian kinerja dengan predikat Baik berturut-turut selama 2 (dua) tahun, menurut PP ini, beroleh diprioritaskan untuk pengembangan kompetensi lebih lanjut sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Pejabat pimpinan tinggi, pejabat administrasi, bersama pejabat fungsional yg tidak memenuhi Target kinerja beroleh dikenakan sanksi administrasi sampai dengan pemberhentian,” bunyi Pasal 56 PP ini.
Ketentuan penilaian kinerja PNS dalam Peraturan Pemerintah ini dilaksanakan 2 (dua) tahun setelah diundangkan. Adapun Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun sejak Peraturan Pemerintah ini diundangkan.
Silakan unduh di tautan di bawah isi lengkap salinan PP Noor 30 tahun 2020 tentang Penilaian Kinerja PNS
www.bkn.go.id/wp-content/uploads/2020/05/PP-Nomor-30-Tahun-2020.pdf