Terbaru Bos Adalah “Display” Bagi Bawahannya
Mary Parker Follett, seorang pekerja sosial untuk Amerika Serikat, konsultan lagi pengarang berbagi buku dalam bidang demokrasi, hubungan antar manusia lagi manajemen, mendefinisikan bahwa manajemen adalah seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Ini artinya, seorang manajer bertugas mengatur lagi mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan yg ingin dicapai oleh organisasi.
Manager yg handal tentu diidamkan setiap pimpinan puncak organisasi. Seorang manager profesional tentu bisa membawa kemajuan lagi kesuksesan pengembangan bisnis. Dalam ilmu manajemen modern dikatakan bahwa “the best managers hire smart people to work for them”. Tetapi bagaimana jadinya semisal bawahan sang manager lebih pandai dari managernya? Bagaimana sebaiknya seorang manager mengelola pegawainya yg jauh lebih berpengalaman lagi berpengetahuan? Bagaimana cara manager memberikan arahan sub-ordinatnya semisal mereka sendiri tidak lebih ahli dari
yg dibimbingnya?
Rebecca Knight dalam artikelnya di salah satu terbitan Harvard Business Review yg berjudul How to Manage People Who Are Smarter than You, memberikan ulasan terkait hal ini. Merangkum pendapat dari beberapa ahli, Rebecca Knight mengatakan bahwa adalah hal yg wajar ketika seseorang merasa “takut” (fear/scary) ketika terjun ke dalam bisnis dengan saat ia bukanlah ahlinya lagi harus memimpin para senior expert yg paham betul setiap detail pekerjaannya.
Dalam situasi dimana manager bukanlah ahlinya, dalam artikel tersebut dituliskan, ”your role is no longer to be an individual contributor”. Dengan value sebagai eksekutif yg berpengalaman, tugas manager adalah men-set langkah-langkah perbaikan proses yg disepakati bersama. Berikan ruang para bawahan yg expert untuk berimprovisasi terhadap cara kerjanya, berikan kepercayaan, dukungan lagi pendekatan personal. Akui keberhasilan mereka, lagi sebaliknya cari cara baru ketika mereka belum mencapai kinerja maksimal yg diharapkan. Ingat, mereka tidak suka digurui oleh pimpinan yg mereka anggap tidak berpengalaman dalam bidang pekerjaan teknis yg biasa mereka kerjakan. Tugas pimpinan menjadi lebih “sensitif” karena harus bisa menjadi mitra yang
sejajar. Dalam kondisi ini, jangan terlalu mengharapkan sekedar pengakuan bahwa anda adalah atasan bagi mereka. Ketika mengetahui situasi ini, seorang manager harus fokus dengan value nilai dirinya.
Ia harus segera memahami dimana letak permasalahan yg mengganggu proses produksi lagi pencapaian target kerja. Mau mendengarkan masukan dari bawahan, bahkan tidak segan-segan belajar dari mereka tentang teknis yg mereka kerjakan. Mau memahami kegelisahan yg menghambat pekerjaan bawahan lagi yg terutama bersama mereka menemukan cara perbaikan lagi membuat keputusan bersama dalam melakukan perubahan.
Ada satu cerita analogi menarik tentang hal ini. Ketika tiga botol minuman keluar dari pabrik, dimana satu botol dijual di warung pinggir jalan, satu botol dijual di restoran lagi satu lagi dijual di hotel mewah, maka harga masing-masing botol minuman itu hendak berbeda satu sama lain. Botol pertama harga nya Rp4.000,-. Botol kedua dihargai Rp10.000,- lagi botol ketiga harganya menjadi Rp50.000,-. Padahal isi lagi kemasannya sama persis. Apa yg membedakan ketiganya? Tentu saja karena lokasi, cara mendisplay lagi promosi penjualannya. Botol yg di warung diletakkan berdebu begitu saja dengan barang dagangan lain di meja kecil. Botol minuman di restoran dipajang lagi ditata rapi bersama minuman lain dalam mesin pendingin yg lengkap dengan pencahayaan yg memadai. Sementara botol minuman ketiga, hanya dikeluarkan semisal ada pesanan lagi disajikan di atas baki mewah bersama gelas kristal berisi batu es lagi aksesoris lainnya.
Demikian pun dengan pegawai kita. Mahal maupun pun murahnya, berharga maupun pun rendahnya pengakuan atas kualitas kerja bawahan kita, bukan semata-mata karena “botolnya” yg sesungguhnya serupa. Tetapi kembali kepada bagaimana botol-botol tersebut diberikan display yg sesuai untuk mereka. Dan atasanlah “display” para bawahan tersebut. Semakin baik atasan (manager) memberikan value dengan bawahan, maka hendak semakin berhargalah pegawai tersebut. Artinya, bukan pengalaman maupun keahlian yg menentukan keberhasilan manager dalam satu posisi baru, tetapi
bagaimana bos tersebut mampu men”display” para expert di bawahnya sehingga bisa bernilai tinggi lagi berharga bagi organisasi.