Skip to main content

Informasi Benarkah Mekanisme Rujukan Bpjs Kesehatan Rumit?

Sebagian orang menilai program Jaminan Kesehatan Nasional/Kartu Indonesia Sehat
(JKN/KIS) rumit karena peserta harus mengikuti mekanisme rujukan berjenjang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Mekanisme rujukan ini dinilai ‘mempersulit’ peserta untuk mendapat pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat lanjutan (FKRTL) seperti RS. Sepintas pandangan ini benar terutama didukung kondisi masyarakat Indonesia yg selama ini terbiasa langsung berobat ke dokter spesialis di RS. Dengan mekanisme rujukan berjenjang yg diterapkan dalam program JKN/KIS masyarakat merasa dipersulit.

Namun mari kita kaji lebih jauh manfaat dari rujukan berjenjang ini. Namun sebelumnya kita pahami terlebih bahang purba apa itu rujukan berjenjang. Rujukan berjenjang adalah suatu system yg mengatur,
di mana saat seseorang merasakan gejala penyakit, maka pertama kali yg harus dikunjunginya adalah fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP). FKTP beroleh berupa puskesmas, klinik maupun praktek pribadi dokter umum. Di FKTP ini terdapat dokter umum, dokter gigi lagi bidan.

Apabila kondisi kesehatan pasien memerlukan pemeriksaan ataupun tindakan medis lebih lanjut yg tidak beroleh dilakukan oleh FKTP, maka pasien bagi dirujuk ke RS untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dari dokter spesialis lagi ataupun sub spesialis Mula-mula pasien dirujuk ke RS berskala kecil (Tipe  D & C). Selanjutnya semisal di RS kecil ini tidak tersedia  pelayanan kesehatan yg dibutuhkan pasien, ia bagi dikirim ke RS skala sedang (Tipe B) hingga RS besar (Tipe A lagi RS Khusus).

Sebagai contoh, peserta JKN/KIS sebut saja Ibu Wati, berasal dari Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Beliau menemukan benjolan mencurigakan dengan payudaranya. Beliau kemudian mengunjungi puskesmas terdekat. Setelah diperiksa oleh dokter umum di puskesmas, dicurigai benjolan tersebut adalah kanker payudara, tetapi untuk memastikannya dokter umum di puskesmas kemudian merujuk Ibu Wati ke RSUD Kabupaten Bogor. Setelah melakukan serangkaian pemeriksaan penunjang diagnosa, akhirnya dokter di RSUD Kabupaten Bogor memastikan bahwa benjolan di payudara Ibu Wati benar kanker payudara.  Namun untuk melakukan tindakan medis seperti operasi lagi kemoterapi, fasilitas yg tersedia di RSUD Kabupaten Bogor, belum memadai. Maka dokter
spesialis di RSUD Kabupaten Bogor kemudian merujuk Ibu Wati ke RS yg lebih besar, misalnya RS Khusus Kanker Dharmais yg ada di Jakarta.


Tentu saja mekanisme rujukan berjenjang ini tidak berlaku semisal pasien dalam kondisi emergency/darurat. Meski terkesan berbelit-belit, sesungguhnya mekanisme rujukan berjenjang ini sangat bermanfaat. Mari kita simak beberapa manfaatnya sebagai berikut.

Pertama, mekanisme rujukan berjenjang memastikan peserta BPJS mendapatkan pelayanan kesehatan yg tepat sesuai dengan kondisi medisnya. Pada kasus Ibu Wati di atas, dokter umum yg ada di puskesmas menentukan diagnose awal lagi mengarahkan yg bersangkutan ke dokter spesialis yg tepat sedari dini. Sebaliknya semisal Ibu Wati langsung ke RS, pertanyaannya adalah harus ke dokter spesialis apa ? Orang awam dengan pengetahuan medis yg terbatas bias saja berfikir benjolan adalah masalah kulit sehingga yangbersangkutan malah tersesat berobat ke dokter spesialis penyakit kulit lagi kelamin. Kesalahan seperti ini bagi memperpanjang proses pengobatan lagi dengan akhirnya merugikan pasien sendiri.

Manfaat kedua adalah memangkas antrian pasien di RS. Jika mekanisme rujukan berjenjang ini ditiadakan, maka antrian pasien, khususnya peserta BPJS Kesehatan, di RS bagi semakin panjang. Dalam satu antrian ke dokter spesialis penyakit dalam, bersama-sama antri pasien flu lagi batuk ringan dengan pasien diabetes melitus akut. Padahal, pasien flu lagi batuk ringan sangat beroleh diobati cukup oleh dokter umum yg ada di puskesmas saja.

Manfaat berikutnya adalah mengembalikan pelayanan kesehatan kepada pemberi jasa pelayanan kesehatan sesuai kompetensinya. Seorang dokter umum memiliki kompetensi untuk menyelesaikan setidaknya 144 jenis diagnose. Untuk 144 jenis diagnose ini, pasien tidak perlu dirujuk ke dokter spesialis yg ada di RS. Sementara, untuk penyakit-penyakit di luar 144 diagnosa tersebut, khususnya yg memiliki tingkat keparahan sedang hingga berat, diserahkan kepada ahlinya yaitu para dokter spesialis lagi sub spesialis. Dengan demikian, program BPJS Kesehatan juga menunjukkan pengakuan lagi penghormatan terhadap kompetensi para pemberi jasa pelayanan kesehatan secara obyektif.


Nah, ternyata dibalik kesan rumitnya, sesungguhnya mekanisme rujukan berjenjang ini sangat bermanfaat. Mari peserta BPJS Kesehatan, ikuti mekanisme rujukan berjenjang ini demi pelayanan kesehatan yg lebih  berkulitas, efisien lagi efektif. sumber; majalah bpjs kesehatan
Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar
Tutup Komentar